Sabtu, 01 Agustus 2009

Rekam Jejak..!!!

Yah, mungkin sudah basi, tapi penting dipelajari, untuk dihindari....

Banyak analis yg mengatakan bahwa; Hanya dengan kedipan mata sudah cukup menimbulkan aksi dan reaksi gerakan lain di sekitarnya. Itulah soeharto yang mengklaim dirinya sebaga pribadi dengan ciri khas Sang Raja Jawa. Kita mungkin masih ingat bagaimana sikap para pejabat Indonesia yang merasakan sayat luka dan terhina ketika media lokal maupun internasional menulis kekayaan keluarga Soeharto. Atau bagaimana pada waktu itu, salah seorang seorang kiai di Jawa Timur tidak risau memanipulasi agama untuk menggalang dukungan kepada Soeharto. Dalam shalat istikharah yang dilakukannya, begitu sang kiai mengatakan, dia melihat Presiden Soeharto berada di suatu tempat dikelilingi banyak orang. Lalu muncul bayangan Ka’bah dan terdengar suara amat jelas yang menggetarkan hati, sang kiai pun meyakini sebagai suara Nabi Muhammad. "Saya titip Indonesia kepada kamu, ya Soeharto....," kata suara itu. Dan begitulah, Soeharto melengganng memasuki masa jabatan keenamnya. Namun pada 1998 dia terbukti salah membaca tanda-tanda zaman. Entah di lain waktu?

Dalam masa itulah, geliat era baru yang disebut dengan orde reformasi menggema, elit nasional bersatu padu, mengkonsolidir kekuatan untuk memeberi dukungan terhadap gerakan mahasiswa menuntut Soeharto berikut kroni-kroninya untuk mundur dari kekuasaannya. Apakah dengan era baru berarti kita harus membangun seluruhnya dari awal lagi? Jika tidak salah berarti benar…!!! Anda tentu ingat, setelah reformasi 98 bergulir, BJ. Habibie sebagai presiden pengganti Soeharto selama 32 tengah menoyodorkan pertanyaan di atas kepada seluruh rakyat Indonesia.

Anda tertarik? Saya mengajak kita semua untuk bersungguh-sungguh dalam melihat dan menelaah problem kebangsaan tersebut. Bagaimanapun, dengan reformasi kita tidak bermaksud “mendirikan Negara baru” . kala itu, orde Reformasi memang tidak bermnaksud mendirikan Negara baru lagi, dan perubahan tidak harus berganti raja. Artinya, jelang 2009 telah menimbulkan harapan-harapan baru masyarakat yang salah satunya menginginkan negara ini harus dipimpin oleh pemimpin yang baik, pejabat atau para birokrat yang bersih dari KKN, tanpa kroni yang bertujuan menjadikan bangsa ini bertambah bejat. Jika tidak, perubahan yang dimulai sejak era baru yang diesbut orde reformasi hingga kini tidak dan takkan pernah menemukan substansi yang jelas. Reformasi atau sebut saja era baru menuju perubahan sepertinya hanya menjadi jargon kosong, hampa dan tidak mempunyai makna bahkan target apapun selain lestari dan melestarikan kebiasaan buruk bangsa dan para pemimpinnya yang kian bejat. Anehnya lagi, budaya copy paste bangsa dan masyarakat kita berakibat pada stigma, asumsi dan pendapat yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Mengapa kita justru terjebak pada patron klien yang ada, mengapa kita menjadi ta’jub pada sesuatu hal yang aneh, mengapa kita kembali percaya tentang sesuatu yang palsu itulah yang nyata, yang salah itulah yang benar, yang benar itu keras kepala, arogan, tidak bisa kompromi. Sungguh aneh, tapi itu nyata....!!!

Lantas kita mau apa dengan bangsa ini? Kita mau apa dengan pemimpin yang demikian bejat, yang sampai kapanpun harus terus menjabat? Yang bejat tidak pernah merasa dipilih oleh rakyatnya, tidak penting sama sekali apakah rakyat mempercayainya dan apakah dia harus mempertanggungjawabkan tingkah laku kekuasaannya. Semuanya bergantung pada dia.
Harapnnya jelang ritual 5 tahunan pada 2009 ini tidak ada pemimpin yg bejat, kita harus mendukungnya untuk tidak lagi berbuat bejat,jahat terhadap bangsa ini...!!!!

Saya mengajak kita semua untuk berdialektika dan mencoba membangnun segala kemungkinan, dalam rangka membangun spirit agar kepercayaan serta jati diri bangsa ini kembali pulih, agar bangsa ini dapat keluar dari kungkungan situasi yang teramat kejam dan kian bejat ini. Ah…!!! Lupakan semuanya, anggaplah kita dan Negara ini terisolasi oleh para pemodal besar Indonesia yang berkolaborasi dengan pemodal asing, anggaplah bangsa ini terisolasi total….Ah semuanya kian bejat…!!!

Lantas apa modal kita untuk bangkit dan memulai perubahan? Apakah pemerintah kita tidak pernah berusaha untuk mulai bangkit? Tidak fair, jangan berkata seperti itu. Mari kita melakukan internalisasi diri, melihat persoalan dengan kepala dingin, penuh kearifan serta kebijaksanaan. Kenapa kita merasa ketakutan yang teramat berlebihan? Bukankah kita dan bangsa ini memiliki kekayaan alam yang bergelimang ruahnya, bukankah rakyat kita sudah mulai cerdas dan berpendidikan? Itulah modal utama kita. Namun harapan ini akan benar-benar terwujud jika bangsa ini mempunyai pemimpin yang baik dan peduli, berkharisma jg berwibawa.

Maka tepat sekali dengan apa yang dikatakan oleh para filsuf, bahwa “Bangsa sejahtera adalah bangsa yang memiliki tiga hal; Pemimpin yang baik - Pangan yang cukup – Tentara / Senjata”. Akan tetapi jika bangsa ini tetap saja miskin dan harus membuang satu diantara tiga, maka tentara / senjata yang harus terbuang lebih dulu. Jika itu sudah dilakukan dan bangsa ini tetap saja miskin, maka pangan adalah satu diantara dua yang harus terbuang lagi. Pemimpin yang baik tidak boleh dibuang, sebab dengan pemimpin yang baik bangsa ini bisa mencapai pangan sebagai wujud kesejahteraan dan tentara / senjata sebagai komponen keamanan agar terhindar dari ancaman bangsa-bangsa asing. Bahkan jika kita atau bangsa ini memiliki sosok pemnimpin yang baik, penuh wibawa juga kharisma, maka bangsa ini akan dapat mencapai hal lain yang jauh lebih banyak dan lebih penting dari dua hal tadi.

Dari sini kita bisa mereka-reka, menelaah sebelum memutuskan untuk mencari figur pemimpin yang baik. Jangan berlebihan, secukupnya saja. Cukup ber-Pancasila dan ber-Undang-Undang Dasar 1945. agar nanti juga merasakan apa yang disebut dengan Trickle Down Effect, dalam hal apapun menyangkut kesejahteraan hidup manapun.
Kita harus turut berpartisipasi aktif untuk mewujudkannya.Itu saja kok..!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar